Analisis lingkungan yang berkaitan dengan teori sikap dan perilaku mencontek
a
Analisis
lingkungan yang berkaitan dengan teori sikap dan perilaku mencontek
a. Latar Belakang
Perilaku manusia dalam
merespon segala sesuatu yang ada dihadapannya selalu dipengaruhi oleh berbagai
faktor koentcaraningrat mengatakan perilaku manusia sebagai suatu respon
terhadap stimulus yang diterimanya. Artinya segala sesuatu tidak muncul dengan
sendirinya melainkan sebagai akibat rangsangan. Rangsangan/stimulus
Walgito membaginya yaitu yang bersifat internal dan eksternal.
Contoh kasus sederhana
yang telah mewabah dan membudaya di Indonesia dari desa hingga kota yang
mungkin terlupakan yaitu perillaku nyontek. Mungkin bagi siswa sekolah
menengah mencontek merupakan hal biasa dan lumrah bahkan lebih parah lagi
mencontek seolah telah menjadi ideologi dan fetis bagi para siswa,
diantara mereka ada yang beranggapan bahwa ketika seseorang dapat nilai bagus
pasti hasil contekan. Perilaku mencontek dapat kita ambil melalui teori sikap.
dibawah ini ada penjelasan tentang teori sikap dan analisis mengenai kasus
mencontek dikalangan siswa.
b. Teori
Menurut
Sarnoff (dalam Sarwono, 2000) mengidentifikasikan sikap sebagai kesediaan untuk
bereaksi (disposition to react)
secara positif (favorably) atau
secara negatif (unfavorably)
terhadap obyek – obyek tertentu. D.Krech dan R.S Crutchfield (dalam Sears,
1999) berpendapat bahwa sikap sebagai organisasi yang bersifat menetap dari
proses motivasional, emosional, perseptual, dan kognitif mengenai aspek dunia
individu.
Sedangkan La
Pierre (dalam Azwar, 2003) memberikan definisi sikap sebagai suatu pola
perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan
diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respon terhadap
stimuli sosial yang telah terkondisikan. Lebih lanjut Soetarno (1994)
memberikan definisi sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai
kecenderungan untuk bertindak terhadap obyek tertentu. Sikap senantiasa
diarahkan kepada sesuatu artinya tidak ada sikap tanpa obyek. Sikap diarahkan
kepada benda-benda, orang, peritiwa, pandangan, lembaga, norma dan lain-lain.
Meskipun ada
beberapa perbedaan pengertian sikap, tetapi berdasarkan pendapat-pendapat
tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa sikap adalah keadaan diri dalam
manusia yang menggerakkan untuk bertindak atau berbuat dalam kegiatan sosial
dengan perasaan tertentu di dalam menanggapi obyek situasi atau kondisi di
lingkungan sekitarnya. Selain itu sikap juga memberikan kesiapan untuk merespon
yang sifatnya positif atau negatif terhadap obyek atau situasi.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Sikap
Proses
belajar sosial terbentuk dari interaksi sosial. Dalam interaksi sosial,
individu membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang
dihadapinya. Diantara berbagai faktor
yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah:
a)
Pengalaman pribadi. Untuk
dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi harus meninggalkan
kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah terbentuk apabila
pengalaman pribadi tersebut melibatkan faktor emosional. Dalam situasi yang
melibatkan emosi, penghayatan akan pengalaman akan lebih mendalam dan lebih
lama berbekas.
b)
Kebudayaan. B.F.
Skinner (dalam, Azwar 2005) menekankan pengaruh lingkungan (termasuk
kebudayaan) dalam membentuk kepribadian seseorang. Kepribadian tidak lain
daripada pola perilaku yang konsisten yang menggambarkan sejarah reinforcement
(penguatan, ganjaran) yang dimiliki. Pola reinforcement dari masyarakat untuk
sikap dan perilaku tersebut, bukan untuk sikap dan perilaku yang lain.
c)
Orang lain yang dianggap
penting. Pada
umumnya, individu bersikap konformis atau searah dengan sikap orang orang yang
dianggapnya penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan
untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang
dianggap penting tersebut.
d)
Media massa. Sebagai
sarana komunikasi, berbagai media massa seperti televisi, radio, mempunyai
pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Adanya informasi
baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya
sikap terhadap hal tersebut. Pesan-pesan sugestif yang dibawa informasi
tersebut, apabila cukup kuat, akan memberi dasar afektif dalam mempersepsikan
dan menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu.
e)
Institusi Pendidikan dan
Agama. Sebagai
suatu sistem, institusi pendidikan dan agama mempunyai pengaruh kuat dalam
pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep
moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara
sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan
dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya.
f)
Faktor emosi dalam diri. Tidak
semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan pengalaman pribadi
seseorang. Kadang-kadang, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari
oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan
bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap demikian bersifat sementara dan segera
berlalu begitu frustasi telah hilang akan tetapi dapat pula merupakan sikap
yang lebih persisten dan lebih tahan lama. contohnya bentuk sikap yang didasari
oleh faktor emosional adalah prasangka.
c. Analisis
Tentu banyak faktor yang menyebabkan perilaku nyontek. Kuntcaraningrat
mengatakan terdapat dua faktor yang membangun perilaku manusia faktor eksternal
dan internal. Dalam sebuah Jurnal pendapat lain mengungkapkan hal yang sama
orang mencontek disebabkan faktor dari dalam dan di luar dirinya.
Dalam ilmu psikologi, ada yang disebut konsep diri dan harga diri. Konsep
diri merupakan gambaran apa yang orang-orang bayangkan, nilai dan rasakan
tentang dirinya sendiri. Misalnya, anggapan bahwa, “Saya adalah orang pintar”.
Anggapan itu lalu akan memunculkan komponen afektif yang disebut harga diri.
Namun, anggapan seperti itu bisa runtuh, terutama saat berhadapan dengan
lingkungan di luar pribadinya. Di mana sebagai kelompok, maka harus
sepenanggungan dan senasib. (Rakasiwi, 2007)
Zaman modern telah banyak menciptakan produk yang nyaman untuk digunakan
semua kalangan masyarakat namun kadang kita lupa dibalik kenyamanan itu
terdapat nilai sosial (social construction) yang diakibatkan oleh produk
desain. Perilaku mencontek merupakan bagian dari konstruksi sosial yang
dibangun kelompok tertentu (siswa), perilaku tersebut dilakukan berulang-ulang
akhirnya menjadi sesuatu yang biasa dan tidak lagi menjadi hantu buat dirinya.
Apa yang dikatakan Berger dalam sebuah jurnal bahwa kenyataan dibangun secara
sosial, kenyataan dan pengetahuan merupakan dua istilah kunci untuk
memahaminya.
Kenyataan adalah suatu kualitas yang terdapat dalam fenomena-fenomena
yang diakui memiliki keberadaan (being)-nya sendiri sehingga tidak
tergantung kepada kehendak manusia; sedangkan pengetahuan adalah kepastian
bahwa fenomena-fenomena itu nyata (real) dan memiliki karakteristik yang
spesifik. Kehidupan manusia sehari-hari telah menyimpan kebiasaan yang
sekaligus menjadi pengetahuan yang membentuk dan membimbing sikap dan
perilaku. Ini merupakan realitas yang dibangun dan dibentuk oleh
individu yang kemudian ditafsirkan dan dimaknai sehingga menjadi buah
dari pikiran dan tindakan masyarakat kemudian dipelihara sebagai ’yang
nyata’ oleh pikiran dan tindakan itu. Dasar-dasar pengetahuan segala tindakan
dan pikirannya dipelihara sebagai sosok yang secara tidak sadar membentuk watak
dan kebiasaan masyarakat. (Manuaba, 2010)
Pengalaman ini akan membentuk tindakan sehari-hari sehingga menjadi
kebiasaan yang lama-kelamaan mereka menjadi tak kuasa bahkan tak mampu untuk
menghindari kebiasaannya. Realitas bahwa faktor ruang seperti menjadi
pijakan dalam pembentukan sikap, perilaku, karakter, pengetahuan, pola pikir,
mereka. kenyataan ini telah menciptakan pengetahuan buat diri dan
lingkungannya
Nyontek telah jadi kebiasaan benar kata Berger keadaan ini
merupakan fenomena nyata (real) yang akan mengkonstruksi karakteristik manusia.
Dalam hal ini kehendak menjadi sesuatu subjek yang dipaksa menyesuaikan dengan
alam sekitar (dalam hal ini adalah produk desain) dan diyakini sebagai sebuah
kenyataan yang hadir dan diterima masyarakat (siswa) dengan tanpa merasa
bersalah. Pengalaman telah mengkonstruksi persepsi mereka, mind set
dalam memahami sesuatu yang tertanam dalam dirinya, sehingga memunculkan
sugesti, ketika sesuatu tidak dilakukan seperti kebiasaannya maka sesuatu
itu akan menjadi hantu bagi dirinya.
Komentar
Posting Komentar