KONSELING KELOMPOK DENGAN PENDEKATAN REALITAS
KONSELING KELOMPOK DENGAN PENDEKATAN REALITAS
A.
Konseling
Kelompok Realitas
Merupakan teknik
konseling kelompok yang di perkenalkan oleh William Glasser. Menurutnya, teori
realitas menekankan bahwa semua prilaku muncul dalam diri seseorang bertujuan
untuk memenuhi kebutuhan dasar dirinya (Glasser, dalam Gladding, 1955).
Menurut Glasser
(dalam Mappiare, 2006) bahwa konseling kelompok realita berdasarkan 3R yaitu
perencanaan perilaku yang bertanggung jawab (Responsibility), realitas atau pemusatan pada perilaku (Reality), mempertimbangkan nilai-nilai
perilaku klien keputusan baik kurang baik (Right
and Wrong). Glasser juga menambahkan bahwa tanggung jawab adalah inti dari
teori realitas.
Terapi Realitas
adalah suatu bentuk modifikasi tingkah laku karena, dalam penerapan-penerapan
institusionalnya, merupakan tipe pengondisian operan yang tidak ketat. Salah
satu sebab mengapa Glasser meraih popularitas adalah keberhasilannya dalam
menerjemahkan sejumlah konsep modifikasi tingkah laku ke dalam model praktek
yang relatif sederhana dan tidak berbelit –belit (Glasser dalam Corey ,2005).
Selain itu, McArthur
menjelaskan (dalam Parrot, 2003) bahwa konseling kelompok realita memberikan
kesempatan yang lebih besar bagi individu untuk terlibat, baik dalam memiliki
perhatian lain bagi mereka maupun dalam menyediakan kesempatan bagi individu
itu untuk merawat orang lain.
Menutut pandangan
optimistik Glasser yang menegaskan bahwa manusia dapat mengubah perasaan,
tindakan dan nasib (kehidupannya) sendiri. Namun, itu dapat dilakukan jika
hanya manusia telah menerima tanggung jawab dan bersedia mengubah identitasnya
(dalam Darminto, 2007: 152).
B.
Langkah-Langkah/
Tahapan Konseling Kelompok Realitas
Tahapan kegiatan
konseling kelompok realitas (Wubbolding, 2011) menggunakan akronim WDEP (Want, Doing, Evaluation dan Planning)
untuk menggambarkan prosedur kunci yang dapat diterapkan dalam praktek
konseling kelompok realitas.. Secara praktis, Thompson, et. Al. (2004:115-120)
mengemukakan delapan tahap dalam Konseling Realita.
1.
Tahap pertama : Konselor Menunjukkan Keterlibatan
dengan Konseli (Be Friend)
Pada tahap ini, konselor mengawali
pertemuan dengan bersikap otentik, hangat, dan menaruh perhatian pada
hubunganyang sedang di bangun, konselor harus dapat melibatkan diri pada
konseli dengan memperlibatkan sikap hangat dan ramah, menunjukkan keterlibatan
dengan konseli dapat ditunjukkan dengan perilaku attending serta menunjukkan sikap bersahabat.
2.
Tahap kedua :Fokus pada Perilaku Sekarang
Setelah konseli
dapat melibatkan diri kepada konselor, maka konselor menanyakan pada konseli
apa yang akan dilakukannya sekarang. Tahap kedua ini merupakan eksplorasi diri
bagi konseli. Konseli mengungkapkan ketidaknyamanan yang ia rasakan dalam
menghadapi permasalahannya. Lalu konselor meminta konseli mendeskripsikan
hal-hal apa saja yang telah dilakukan dalam menghadapi kondisi tersebut, dalam
tahap ini adanya keinginan (Want)
yang disampaikan konseli.
3.
Tahap ketiga : Mengeksplorasi Total Behavior Konseli
Menanyakan apa yang dilakukan konseli (doing),
yaitu konselor menanyakan secara spesifik apa saja yang dilakukan konseli; cara
pandang dalam Konseling Realita; akar permasalahan konseli bersumber pada
perilakunya (doing), bukan pada
perasaannya.
4.
Tahap keempat: Konseli Menilai Diri Sendiri atau
Melakukan Evaluasi
Memasuki tahap keempat, konselor
menanyakan kepada konseli apakah pilihan perilakunya tidak untuk menilai benar
atau salah perilaku konseli, tetapi membimbing konseli untuk menilai
perilakunya saat ini. Beri kesempatan kepada konseli untuk mengevaluasi (Evaluating), apakah ia cukup terbantu
dengan pilihannya tersebut.
5.
Tahap kelima: Merencanakan Tindakan yang Bertanggung
jawab
Tahap ketika konseli mulai menyadari
bahwa perilakunya tidak meyelesaikan masalah, dan tidak cukup menolong keadaan
dirinya, dilanjutkan dengan membuat perencanaan (Planning) tindakan yang lebih bertanggung jawab. Rencana yang
disusun sifatnya spesifik dan konkret.
6.
Tahap keenam: Membuat komitmen
Konselor mendorong konseli untuk merealisasikan
rencana yang telah disusunnya bersama konselor sesuai dengan jangka waktu yang
ditetapkan.
7.
Tahap ketujuh: Tidak Menerima Permintaan Maaf atau
Alasan Konseli
Konseli akan bertemu kembali dengan
konselor pada batas waktu yang telah disepakati bersama. Pada tahap ini
konselor menanyakan perkembangan perubahan perilaku konseli. Apabila konseli
tidak atau belum berhasil melakukan apa yang telah direncanaknnya, permintaan
maaf konseli atas kegagalannya tidak untuk dipenuhi konselor. Sebaliknya, konselor
mengajak konseli untuk melihat kembali rencana tersebut dan mengevaluasinya
mengapa konseli tidak berhasil. Konselor selanjutnya membantu konseli
merencanakan kembali hal-hal yang belum berhasil ia lakukan
8.
Tahap kedelapan: Tindak lanjut
Merupakan tahap terakhir dalam
konseling. Konselor dan konseli mengevaluasi perkembangan yang dicapai,
konseling dapat berakhir atau dilanjutkan jika tujuan yang telah ditetapkan
belum tercapai.
C.
Karakteristik
Konselor dan Konseli dalam Konseling Kelompok Realitas
Karakteristik dan peran konselor dalam terapi realitas (dalam Singgah
D.G, 2000 )
1. Bertindak sebagai pembimbing yang membantu konseli agar bisa menilai
tingkah lakunya sendiri secara realistis.
2. Berperan sebagai moralis yang memegang peranan untuk
menetukan kedudukan nilai dari tingkah laku yang dinyatakan kliennya
3. Motivator; Menyampaikan dan meyakinkan kepada klien bahwa seburuk
apapun suatu kondisi masih ada harapan
4. Sebagai guru; Mengajarkan klien untuk mengevaluasi perilakunya,
misalnya dengan bertanya, “Apakah perilaku Anda saat ini membantu Anda
untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan Anda?”
5. Mengembangkan kondisi fasilitatif dalam konseling dan hubungan
baik dengan klien.
6. Koselor
sebagai Pengikat janji (contractor);
artinya peranan konselor punya batas-batas kewenangan, baik berupa limit waktu,
ruang lingkup kehidupan konseli yang dapat dijajagi maupun akibat yang
ditimbulkannya.
Peran Konseli dalam
terapi realitas
1. Memusatkan
pada tingah laku dalam proses konseling (konseli diharapkan memusatkan pada tingkah
laku mereka sebagai ganti dari perasaan dan sikap-sikapnya).
2. Konseli
membuat dan menyepakati rencana perubahan yang akan dilakukan
3. Konseli
harus dapat mengevaluasi tingkah lakunya sendiri dan dan belajar kecanduan
positif.
D.
Asumsi
Perilaku Bermasalah dalam Konseling Kelompok Realitas
Terapi realitas pada
dasarnya tidak mengatakan bahwa perilaku individu itu sebagai perilaku yang
abnormal. Menurut Glasser, bentuk dari perilaku yang tidak tepat tersebut
disebabkan karena ketidak mampuannya dalam memuaskan kebutuhannya, akibatnya
kehilangan ”sentuhan” dengan realitas objektif, dia tidak dapat melihat sesuatu
sesuai dengan realitasnya, tidak dapat melihat sesuatu sesuai dengan
realitasnya, tidak dapat melakukan atas dasar kebenaran, tanggung jawab dan realitas.
Meskipun konseling
realitas tidak menghubungkan perilaku manusia dengan gejala abnormalitas,
perilaku bermasalah dapat disepadankan dengan istilah “identitas kegagalan”.
Identitas kegagalan ditandai dengan keterasingan, penolakan diri dan irrasionalitas,
perilakunya kaku, tidak objektif, lemah, tidak bertanggung jawab, kurang
percaya diri dan menolak kenyataan.
Menurut Glasser (1965
: 9), basis dari terapi realitas adalah membantu para klien dalam memenuhi
kebutuhan-kebutuhan dasar psikologisnya, yang mencangkup “kebutuhan untuk
mencintai dan dicintai serta kkebutuhan untuk merasakan bahwa kita berguna baik
bagi diri kita sendiri maupun bagi oaring lain”.
Maka jelaslah bahwa
terapi realitas tidak berpijak pada filsafat deterministik tentang manusia,
tetapi dibangun diatas asumsi bahwa manusia adalah agen yang menentukan dirinya
sendiri. Perinsip ini menyiratkan bahwa masing-masing orang memilkiki tanggung
jawab untuk menerima konsekuensi-konsekuensi dari tingkah lakunya sendiri.
Tampaknya, orang menjadi apa yang ditetapkannya.
E.
Studi
Kasus dan Analisis
Contoh permasalahan
yang dapat ditangani dengan pendekatan realitas dalam hal ini diambil dari
penelitian yang di lakukan oleh Hendiani Rusdiantie dalam jurnalnya yang
berjudul “Penerapan Konseling Kelompok Realita untuk Meningkatkan Perilaku
Disiplin Siswa”.
Penelitian yag
dilakukan menegaskan bahwa di lingkungan internal sekolah, pelanggaran terhadap
berbagai aturan dan tata tertib sekolah masih sering ditemukan yang menentang
dari pelanggaran tingkat ringan sampai dengan pelanggaran tingkat tinggi
seperti kasus membolos, perkelahian, menyontek, pemalakan, pencurian dan bentuk
– bentuk penyimpangan perilaku lainnya, dalam penerapan perlakuan konseling
kelompok realita, teknik konseling kelompok realita yang diambil adalah
pengembangan keterampilan yaitu pengembangan keterampilan berfikir rasional dan
pengembangan keterampilan membuat rencana pengembangan perilaku baru.
Pelanggaran yang
dilakukan siswa terhadap berbagai aturan dan tata tertib sekolah masih sering
ditemukan. Itu disebabkan karena siswa tidak disiplin. Perilaku disiplin adalah
perilaku seseorang secara bertanggung jawab dalam menjalankan kepatuhan dan
ketaatan terhadap berbagai aturan dan tata tertib yang berlaku. Pada kelas
VIII-F SMP Negeri 1 Balongbendo terdapat siswa yang mengalami masalah perilaku
disiplin yang rendah, sehingga penelitian ini bertujuan mengetahui penerapan
konseling kelompok realita untuk meningkatkan perilaku disiplin siswa kelas
VIII-F SMP Negeri 1 Balongbendo. Penelitian ini menggunakan rancangan quasi
eksperimen berupa one group pretest-posttest design. Metode pengumpulan data
yang digunakan adalah angket untuk mengetahui skor perilaku disiplin siswa di
sekolah. Subjek penelitian ini adalah 6 siswa kelas VIII-F SMP Negeri 1
Balongbendo yang memiliki kategori rendah pada skor perilaku disiplin.
Gadza serta Shertzer
dan Stone (dalam Winkel, 2012:590) mengatakan bahwa konseling kelompok adalah
suatu proses antar pribadi yang dinamis, yang terpusat pada pemikiran dan perilaku
yang disadari. Perilaku siswa yang tidak disiplin ini dapat dikurangi
menggunakan konseling kelompok dengan pendekatan realita. Pendekatan realita
ini digunakan karena saat melakukan wawancara dengan guru BK, guru BK
mengatakan bahwa siswa mereka yang melakukan pelanggaran tidak disiplin
dikarenakan mereka kurang memiliki tanggung jawab.
Perilaku siswa yang
tidak bertanggung jawab dengan tidak menaati peraturan dan tata tertib sekolah
sesuai dengan prinsip dari konseling realita yang menekankan pada aspek
realita, tanggung jawab dan benar salah. Karena sesungguhnya sifat dasar
manusia menurut Glesser adalah memandang manusia sebagai ciptaan yang memiliki
kecenderungan positif, menjadi orang yang bertanggung jawab, membentuk atau
mengembangkan identitas diri sebagai orang yang berhasil dan memiliki hubungan
interpersonal yang bermakna. Dalam hal ini guru BK berusaha membantu
menyadarkan siswa bahwa perilakunya yang tidak disiplin itu adalah salah dan
tidak bertanggung jawab. Kemudian guru BK akan mengajak siswa untuk membuat
suatu perencanaan dan penilaian terhadap perilaku baru yang sudah benar dan
sesuai dengan kenyataan yang ada tanpa merugikan atau melanggar hak-hak orang
lain. Dari fenomena permasalahan yang telah dijelaskan di atas, maka konseling
kelompok realita dapat disajikan sebagai bantuan untuk meningkatkan perilaku
disiplin siswa di sekolah.
F.
Daftar
Pustaka
Armanda,
Konik. 2013. Konseling Realitas. http://qonikarmanda.blogspot.co.id/2013/06/
konseling-realitas_9.html. Diunduh pada 23 April 2017.
A.T.,
Andi Mappiare. 2006. Kamus Istilah
Konseling dan Terapi. Jakarta : Rajawali Pers.
Corey,
Gerald. 2005. Teori dan praktek dari
konseling dan psikoterapi. Terjemahan oleh E. Koeswara. Jakarta: ERESCO.
Darminto,
Eko. 2007. “Teori –Teori Konseling”.
Surabaya: Unesa University Press.
Gladding,
S.T. 1995. Group Work : A Counseling
Speciality. (2nd Edition). New Jersey : Prentice Hall.
Glasser,
W. & Zunin, L.M. 1995. ”RealityTherapy”,
dalam Corsini, R. (ed.). Current Psychotherapies. Itasca, Illinois: F.E.
Peacock Publisher, Inc.
Gunarsah,
Singgah D. 2000. Konseling dan Pikoterapi.
Jakarta :Gunung Mulia.
Parrot,
Les III. 2003. Counseling and
Psychoteraphy second edition. USA: Thomson, Brooks/Cole.
Winkel,
W.S. & Hastuti, Sri. 2012. Bimbingan
Dan Konseling Di Institusi Pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi
Komentar
Posting Komentar