Malam Ini
Kusut Masai
Dalam Jambangan
Ada satu nama yang gelarnya abadi. Ada
satu nama yang hakikatnya mencari. Ada satu nama yang apakah ia menunggu?. Ada
satu nama yang tak ingin disebut
Tapi dia terus ada. Menguntit pergi setiap nyawa yang
dilaluinya. Adakah ia bersembunyi dibalik pencakar, atau ia hanya malu
menampakkan dirinya. Yang jelas wujudnya tak nampak tapi masanya tak pernah
usai. Ia hanya lewat pada yang harus ia lalui dan berhenti pada yang harus ia
jumpai. Ia tidak ingat pada siapa ia bertaruh, ia hanya ingat untuk siapa dia
bertaruh.
Ada yang lalai hingga hanya bingar
yang nampak. Ada yang sengaja lupa hingga lalai yang nampak atau bahkan ada
yang sengaja berjalan lambat hingga ia tak mau atau tak mampu mengejar. Bahkan berjalan
saja pun tak mau. Ada yang menggapai ada yang mengejar ada yang menggontai.
Semua hanya pada satu titik. Keniscayaan. Bahkan keniscayaan itu tak pernah
ada, lalu untuk apa mereka bertaruh? Mereka hanya mengejar awang yang tak
sampai, kasih usang yang tak kunjung reda. Ah, kasih? Apakah ia menganggapnya
ada atau hanya angin lalu yang ia halau saja. Atau ia hanya meronta pada keniscayaan?
Ini rumit, kau tak akan paham jika tak berusaha memahami. Tak akan pecah apabila
tak berontak. Tak akan mengerti apabila tak dihayati. Semua butuh pengorbanan,
hanya orang yang tak tahu cara berkorban yang menganggapnya tak ada. Atau aku harus
meraung? Agar semua tahu bahwa aku tak ingin meminta.
Kau boleh menganggapnya ada, kau
boleh menganggapnya tak ada tapi jangan sekali-kali menganggapnya kecil.
Kau boleh berontak, kau boleh
menolak, kau boleh merajuk, kau boleh meraung, tapi tak boleh menghina.
Kau boleh melakukan segalanya, kau
boleh tidak melakukan apapun, tapi jangan sekali-kali melupakanku.
Kau boleh meminta segalanya, kau
boleh mengganti segalanya, kau boleh merenggut segalanya, tapi tidak dengan
hatiku.
Kau boleh berkata kasar, kau boleh
mencerca, kau boleh memaki, tapi jangan berpikir untuk hilang.
Kau boleh melakukan segalanya. Kau
boleh sayang.. kau boleh. Kau boleh menganggapku tiada.
Catatan untuk hariku yang tak kunjung
usai. Membulat seperti tahu yang digoreng hangat. Disajikan dengan secangkir
kopi pahit dengan cangkir tipis. Asapnya mengepul memenuhi langit-langit. Aku
telah usai dengan semua yang membuatku usai. Aku telah sampai pada keniscayaan.
Begitukah? Entah.. akupun tak yakin.
Cilegon,
Selasa, 05
Desember 2017
Coldconanza.
23.20 pm
Komentar
Posting Komentar